Batalyon Intai Amfibi Korps Marinir, Pasukan Tempur Operasi Amfibi TNI AL

YontaifibDispen Kormar

ANGKASAREVIEW.COM – Sebagai sebuah pasukan tempur yang bertugas menyerang musuh melalui operasi pendaratan amfibi, Korps Marinir TNI Angkatan Laut membutuhkan tim aju untuk mendapatkan data-data intelijen terkait wilayah pantai yang akan dijadikan operasi militer.

Untuk kepentingan tim aju yang bertugas khusus melakukan pengintaian itu, maka dibentuklah Batalyon Intai Amfibi (Yontaifib) yang berasal dari prajurit-prajurit marinir pilihan.

Untuk menjadi anggota Yontaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun.

Salah satu program latihan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk ke dalam Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), pasukan elite tingkat TNI Angkatan Laut.

Keberadaan Yontaifib sangat penting karena ketika pasukan marinir melaksanakan operasi pendaratan amfibi risikonya sangatlah besar.

Dari pengalaman sejarah pertempuran dalam Perang Dunia II, untuk menguasai suatu pantai tumpuan, betapa operasi pendaratan amfibi juga seringkali memakan korban jiwa yang cukup besar.

Misalnya saja ketika pasukan Sekutu melancarkan serbuan amfibi ke Pulau Iwo Jima yang dipertahankan pasukan Jepang pada Februari-Maret 1945. Akibat minim data intelijen, serbuan amfibi yang diperkirakan hanya berlangsung dalam satu minggu berubah menjadi peperangan yang berkepanjangan.

TaifibIstimewa

Lebih dari 6.000 pasukan Sekutu tewas dalam peperangan yang seharusnya bisa berlangsung lebih singkat itu jika data intelijen yang dimiliki oleh pasukan lengkap.

Pasukan Marinir TNI Angkatan Laut sendiri di tahun 1950-an, yang saat itu masih bernama KKO (Koprs Komando Operasi) pernah mendapat pelajaran berharga ketika melancarkan serbuan amfibi di Pantai Indramayu, Jawa Barat, 2-21 Maret 1953.

Dalam operasi militer untuk menumpas pemberontakan DI/TII itu, KKO saat melaksanakan pendaratan amfibi tanpa didahului oleh tim aju (reccon/pengintai) terlebih dahulu guna mendapatkan data intelijen.

Apalagi pasukan KKO yang diterjunkan berasal dari Jawa Timur, yakni dari Kesatrian Wonokitri Surbaya, Kesatrian Gubeng, dan Kompi X Kesatrian Amphibi Semampir yang pada akhirnya mengakibatkan para pasukan KKO itu tidak begitu mengenal medan Pantai Indramayu.

TaifibDispen Kormar

Padahal lokasi pendaratan merupakan pantai berlumpur sedalam satu meter dan dikelilingi hutan bakau yang lebat. Akan tetapi, karena perlawanan dari pasukan DI/TII tidak seberapa, semua pasukan KKO akhirnya bisa mencapai daratan.

Operasi pendaratan amfibi dipastikan akan memakan korban jiwa besar jika disambut pasukan lawan dalam jumlah besar pula dan sudah menunggu untuk melancarkan serangan.

Berdasarkan pengalaman itu dan dipengaruhi oleh pemerintah RI yang akan melancarkan Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat (1960-1963), pasukan KKO kemudian membentuk pasukan intai yang dinamai Kompi Intai Para Amphibi (KIPAM).

Meski Operasi Trikora berakhir tanpa konflik militer dan operasi pendaratan amfibi secara besar-besaran melalui Operasi Jayawijaya batal dilaksanakan, pasukan KIPAM dilibatkan dalam operasi-operasi tempur pasukan TNI berikutnya seperti pada Operasi Dwikora.

TaifibDispen Kormar

Sesuai tantangan di medan perang dan perkembangan teknologi militer, pasukan KIPAM pun mengalami perkembangan.

Dalam perjalanan sejarahnya, KIPAM sempat mengalami beberapa perubahan nama. Mulai dari Batalyon Intai Para Amfibi (25/7/70), Satuan Intai Amfibi (17/11/71), hingga akhimya menjadi Batalyon Intai Amfibi Marinir (Yontaifibmar) yang berada di bawah Resimen Bantuan Tempur Korps Marinir TNI AL.

Mengingat kemampuan dan ruang lingkup penugasan yang serba  khusus, dalam perkembangannya Yontaifib pun mendapat status pasukan khusus. Kualifikasi sebagai pasukan khusus diperoleh pada 18 November 2003 dalam upacara di Kesatrian Sutedi Senaputra, Surabaya.

Taifib

Kedua Yontaifibmar tersebut secara resmi telah disahkan menjadi jadi salah satu pasukan khusus di jajaran TNI AL mendampingi Komando Pasukan Katak lewat Surat Keputusan KSAL No. Skep/185 7/XI/2003.

Sejalan dengan pemekaran Postur TNI AL yang dijabarkan lewat pembentukan Pasukan Marinir (Pasmar) 2 menyusul keberadaan Pasmar 1, maka otomatis ada dua Yontaifibmar.

Masing-masing Yontaifibmar 1 Pasmar 1 yang berkedudukan di Kesatrian Sutedi Senaputra, Karang Pilang, Surabaya dan Yontaifibmar 2 Pasmar 2 di Kesatrian Brigade Infanteri 2 Marinir, Cilandak, Jakarta.

Tahun lalu, Pasmar 3 juga dibentuk di Sorong, Papua berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2018 tanggal 8 Mei 2018 mengenai pembentukan empat satuan baru TNI.

TaifibDispen Kormar

Selanjutnya, menyesuaikan dengan pembentukan Pasmar 3, maka melalui Keputusan Perkasal Nomor 23 Tahun 2018 dan salinan Keputusan Komandan Korps Marinir nomor Kep 88/V/2018, terjadi lagi perubahan nama satuan dan kedudukan untuk Pasmar 1 dan Pasmar 2.

Pasmar 1 yang tadinya berkedudukan di Surabaya menjadi di Jakarta. Begitu pula sebaliknya, Pasmar 2 yang awalnya berkedudukan di Jakarta menjadi di Surabaya.

Di jajaran Pasmar 1, perubahan nama yang semula Brigif-2 Mar menjadi Brigif-1 Mar, Menkav-2 Mar menjadi Menkav-1 Mar, Menart-2 Mar menjadi Menart-1 Mar, Menbanpur-2 Mar menjadi Menbanpur-1 Mar, dan Yontaifib-2 Mar menjadi Yontaifib-1 Mar. Hal yang sama juga terjadi di Pasmar 2.

Dengan dibentuknya Pasmar 3 di Sorong, maka pembentukan Yontaifib-3 pun tentunya akan menyesuaikan.

A Winardi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *