Mengamati PUNA Wulung di PTDI, Sang Elang Pengawas dari Langit

Rangga Baswara Sawiyya

ANGKASAREVIEW.COM – Dalam kunjungan muhibah sehari penuh ke PT Dirgantara Indonesia (PTDI) pada 10 Juli lalu, tim awak Redaksi Angkasa Review (AR) berkesempatan menyaksikan secara langsung dari dekat proses dan progres pembuatan produk-produk yang menjadi unggulan pabrik pesawat kebanggaan Indonesia di Bandung, Jawa Barat ini.

Mulai dari pesawat CN295 pesanan Polisi Udara dan pesawat patroli maritim CN295 MPA pesanan TNI AU, lalu berlanjut ke CN235 MPA milik TNI AL. Setelah rehat jam istrihat pabrik, awak AR dibawa tim Humas PTDI menuju hanggar pembuatan purwarupa N219.

Di sini tim AR mendapat sejumlah penjelasan mengenai N219 berikut melihat langsung proses pengerjaan pesawat komuter berkapasitas 19 penumpang ini. Di hanggar ini, terdapat tiga N219 di mana yang pertama adalah purwarupa dengan nomor registrasi PK-XDT yang telah melakukan penerbangan perdana dan dua purwarupa N219 lainnya yang masih dalam proses pembuatan. Sementara satu N219 lainnya tedapat di hanggar yang lain karena tidak muat ditempatkan di satu hanggar.

Menjelang sore kunjungan diakhiri dengan melihat PUNA (Pesawat Udara Nirawak) Wulung yang berada tak jauh dari hanggar Delivery Center tempat dua CN295 berada.

Rangga Baswara Sawiyya

Sobat setia AR, PUNA Wulung sendiri rancang bangunnya dikerjakan oleh BPPT (Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi). Sedangkan PTDI bertindak sebagai pabrik manufakturnya yang juga melibatkan PT LEN Industri di Bandung untuk menyediakan teknologi sistem kontrol penerbangannya.

Order untuk memproduksi tiga unit PUNA diberikan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) setelah melihat keberhasilan demo terbang Wulung di Lanud Halim Perdanakusuma pada 11 Oktober 2012 yang dihadiri Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kala itu.

PTDI membuat lima unit Wulung di mana tiga telah diserahkan kepada Kementerian Pertahanan, satu kepada BPPT, dan satu lagi di PTDI.

Project Manager PUNA atau sering juga disebut PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) Wulung PT Dirgantara Indonesia, Nainar, menjelaskan kepada tim AR bahwa program pengembangan PTTA Wulung di PTDI dimulai tahun 2013 dan memakan waktu dua tahun mulai dari proses development hingga sertifikasi.

“Kontrak pembuatan PTTA ini adalah antara PTDI dengan Kementerian Pertahanan RI dan pengiriman tiga unit Wulung kepada Kemhan sudah dilaksanakan,” kata Nainar.

Selanjutnya ketiga Wulung akan digunakan oleh TNI AU sebagai wahana pengawasan (surveillance). Terutama untuk memantau wilayah perbatasan dan digunakan untuk pengawasan hutan dari pembalakan liar (illegal logging) serta wilayah perairan laut dari tindak pencurian ikan (illegal fishing). Peran lainnya adalah memantau aktivitas gunung berapi dan kebakaran hutan.

Proses penyerahan Wulung kepada Kemhan dilaksanakan setelah PTTA ini mendapatkan Type Certificate dari IMAA (Indonesian Military Airworthiness Authority) Kementerian Pertahanan. Ini berarti Wulung telah lolos uji dan layak untuk masuk jalur produksi. “Meski demikian, pemesanan dari Kemhan memang belum ada lagi. Baru tiga unit saja,” tambah Nainar.

Sobat setia AR, dilihat dari desainnya Wulung menganut sayap model tinggi dan sirip ekor model T yang dipasang pada tiang tunggal posisi rendah (low boom) dengan kekuatan struktur mencapai 7,6 G. UAV ini ditenagai sebuah mesin piston 2 tak tipe pusher (mengarah belakang) berdaya 22 hp. Kecepatan jelajahnya hingga 100 km/jam dengan ketinggian terbang maksimum 3.650 m atau 10.000 kaki.

Rangga Baswara Sawiyya

‘Sang Elang’ memiliki dimensi panjang total 4,32 m, tinggi 1,32 m, dan rentang sayap mencapai 6,34 m. PTTA ini mampu membawa( muatan hingga 25 kg dengan MTOW mencapai 125 kg. Wahana udara ini dilengkapi sistem pendaratan model tetap (roda tak bisa di tarik ke dalam) dan mampu menjangkau radius aksi 150 km.

Wulung juga mampu terbang selama tiga jam secara otonomus atau tidak dikendalikan oleh pilot (auto-pilot),” terang Nainar. Meski begitu, peran pilot (yang berada di luar pesawat) dan operator di Ground Control Station (GCS) tetap ada. Hal ini misalnya apabila penerbangan dilakukan secara manual atau sistem auto-pilot mengalami kegagalan.

“Jadi kalau sistem auto-pilot dalam penerbangan mengalami gangguan, Wulung tetap akan kembali menuju pangkalan (return to base) dan selanjutnya didaratkan secara manual oleh pilot,” paparnya lagi.

Kapasitas bahan bakar (bensin) yang dibawanya mencapai 55 liter, bisa digunakan untuk berpatroli di udara selama tiga jam dengan jangkauan operasi maksimum 150 km. Wulung bisa dioperasikan dari jalan raya dengan jarak lepas landas kurang 300-400 meter.

Sebagai mata pengawas dari langit, Wulung dilengkapi kamera video dan foto high definition yang dipasang dalam kubah di perutnya. Data dari perangkat ini dapat dihubungkan secara real time dengan pusat pengendali di darat (GCS) yang ditempatkan dalam unit bergerak berupa minibus ukuran sedang dioperasikan oleh 2-3 orang awak.

Tim PTDI - JR Nugroho

Sementara itu ketiga unit Wulung ditempatkan dalam satu boks kontainer yang dipasang di atas truk jenis ¾ (truk medium). Dua badan pesawat dibariskan dengan  bagian kepala mengarah ke belakang, sedangkan satu unit lagi di tengah dengan kepala menghadap ke kabin depan. Sementara sayap utama dilepas dan disandarkan pada bagian dinding kiri dan kanan boks kontainer.

Kini ketiga NW01 (Nusantara Wulung) bernomor registrasi KX-0003 s/d KX-0005 telah siap menjalani tugas resminya bersama TNI AU. Wulung rencananya akan ditempatkan di Skadron Udara 51 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat bergabung dengan Aerostar, drone ISR (Intelligence Surveillance Reconnaisance) penuh yang telah memperkuat skadron intai tanpa awak pertama TNI AU ini sejak 2015.

Sobat setia AR, memang baru tiga unit ‘Elang Pengawas’ yang dipesan Kemhan untuk TNI AU. Namun ini tentu langkah baik untuk mewujudkan penguasaan teknologi dan kemandirian bangsa dalam pembuatan alutsistanya sendiri. Meski ada wacana untuk melengkapi satu skadron penuh hingga 12-16 unit, tapi belum tahu kapan akan ditindak lanjuti untuk direalisasikan.

Rangga Baswara Sawiyya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *