Kolonel Pnb MJ Hanafie “Jaguar”, Darah Terbang Mengalir di Pilot Su-27/30 Ini

aerobatikIstimewa

ANGKASAREVIEW.COM – Kolonel Pnb MJ Hanafie “Jaguar” pilot jet tempur Su-27/30 TNI AU Angkatan Pertama meninggal dunia dalam musibah jatuhnya pesawat aerobatik Super Decathlon PK-RTZ yang ia terbangkan sendiri di Bandara Tunggul Wulung, Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (20/3/2018).

PK-RTZ jatuh menyambar sejumlah pesawat latih milik Perkasa Flight School yang tengah diparkir di depan hanggar sekolah pilot itu. Informasi dari petugas Bandara Tunggul Wulung menyebutkan, kecelakaan terjadi sekira pukul 15.15 WIB. Pesawat jatuh dalam posisi nose pesawat berada di bawah setelah melakukan satu kali putaran aerobatik. Pesawat tampak dalam posisi tidak bisa recovery lagi dan menyambar sejumlah pesawat latih yang tengah diparkir di apron lalu masuk ke dalam hanggar.

MJ Hanafie kelahiran Malang, Jawa Timur, 23 Juli 1969, merupakan penerbang TNI AU yang dikirim ke Rusia bersama lima rekan lainnya tahun 2003 untuk mengawaki empat jet tempur Su-27/30 yang dibeli Pemerintah Indonesia kala itu. Sebelum menerbangkan Sukhoi, penerbang TNI AU melalui jalur Ikatan Dinas Pendek (IDP) tahun 1991 tersebut tercatat sebagai penerbang HS Hawk Mk.53, F-5, dan kemudian F-16. Jupiter 373 ini pun pernah tercatat sebagai salah satu penerbang aerobatik Elang Biru dan Jupiter Blue.

MJ Hanafie merupakan pribadi dengan karakter menggebu-gebu. Darah yang mengalir di tubuhnya tiap hari seperti berontak ingin terbang. Ia sendiri yang mengatakan bahwa dunianya ada di kokpit pesawat, khususnya pesawat tempur. Ia selalu ingin terbang dan terbang. Saat menjadi penerbang Sukhoi, ia pun menjajal manuver Cobra Pughachev dengan menimba ilmu kepada instruktur Rusia terlebih dahulu.

Ketika posisi kedinasan di Angkatan Udara tidak lagi memungkinkannya untuk terbang dan ia berada jauh dari kegiatan di Skadron Udara 11, ia sempat mengutarakan kekecewaannya. Tetapi semua itu kemudian ia jalani lagi dengan mengubur pelan hasratnya. Tercatat setelah menjadi perwira LO (liaison officer) radar Kohanudnas di Butterworth, Malaysia, ia menjadi Komandan Lanud Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

Sampai suatu ketika, saat kembali ke Kohandunas dan menjadi Aspers Kosekhanudnas I, kesempatan untuk menyalurkan hobinya terbang kembali terbuka. Bukan di TNI AU melainkan di Pusdirga Cibubur. Mantan senior di TNI AU Marsdya (Purn) Eris Herryanto yang menggeluti penerbangan aerobatik menggunakan pesawat Pitss S-2C menawarinya untuk terbang menggunakan pesawat itu.

Sejak itu ayah tiga anak yang telah menyelesaikan pendidikan Sesko TNI dengan jabatan terakhir sebagai Paban II Sismet Ditdok Kodiklatau ini kembali ke habitatnya di udara. Walau kali ini menerbangkan pesawat aerobatik sipil, ia seakan menemukan kembali dunianya yang selama ini hilang.

Dari pesawat aerobatik Pitts, rupanya ia pun mendapat kesempatan untuk menerbangkan pesawat Super Decathlon milik owner sekolah pilot Genesa. Kegiatan terbangnya di Genesa Flight Academy (GFA) sesuai surat permohonan dari Direksi GFA ke TNI AU yang ditindaklanjuti dengan penugasan dari TNI AU.

Terdapat perbedaan antara kedua pesawat, walau sama-sama pesawat aerobatik. Bila Pitss berbobot ringan namun memiliki power yang sangat besar, sebaliknya Super Decathlon memiliki bobot yang besar namun power yang lebih kecil.

Kita tidak tahu persis apa yang sesungguhnya terjadi pada saat Super Decathlon gagal melakukan recovery usai melaksanakan manuver terakhir dengan posisi hidung pesawat berada di bawah dalam musibah di Bandara Tunggul Wulung itu. Pilot yang berada di kokpit pastinya berjuang penuh untuk mengembalikan posisi pesawat.

Selamat jalan “Jaguar”. Semoga mendapatkan tempat terbaik dari Tuhan Yang Maha Pemurah. (RON)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *