Pangkohanudnas: Pengambilalihan FIR dari Negara Lain Mutlak Dilakukan Indonesia

firSuharso Rahman

ANGKASAREVIEW.COM – Saat berlangsungnya seminar nasional tentang pengelolaan navigasi penerbangan Indonesia Kamis (1/3/2018) lalu yang diselenggarakan Himpunan Taruna Jurusan Keselamatan Penerbangan (Kespen) Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda Imran Baidirus, SE menegaskan bahwa upaya pengendalian FIR (flight information region) dari negara lain mutlak dilakukan oleh Indonesia.

Dalam seminar nasional yang bertemakan tentang tinjauan efektifitas rute penerbangan jalur selatan serta pengambilan ruang udara sektor A, B dan C serta dampaknya terhadap perekonomian, pertahanan dan kedaulatan nasional itu, Pangkohanudnas perpendapat bahwa pengambilalihan FIR tersebut agar Indonesia mampu mengontrol seluruh wilayah udaranya dan hal ini juga terkait dengan national dignity (kebanggaan nasional) sebagai bangsa berdaulat.

Baca Juga:

Gelar Seminar Nasional, Himpunan Taruna Jurusan Kespen STPI Bahas Pengambilan FIR A B C

STPI Curug Siap Didik Taruna Dengan Kompetensi yang Dibutuhkan Jika Jalur Selatan Dibuka

“Dari sisi udara sangat merugikan, kerena penggunaan ruang udara untuk penerbangan militer menjadi terbatas dan terbuka. Hal tersebut juga membuka peluang penetrasi dan penyalahgunaan oleh kekuatan udara negara asing, karena ATS (air traffic services) berfungsi membantu pelaksanaan operasi pertahanan udara,” tegas mantan Pangkoops I TNI AU ini.

Ia menambahkan, pengendalian FIR oleh negara lain di wilayah udara Indonesia sangat berpengaruh terhadap sistem pertahanan udara nasional dan menyebabkan kendala melaksanakan penegakkan hukum serta kedaulatan di ruang udara.

Dasar hukum pengambilalihan FIR sektor A, B dan C termaktub dalam Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan. UU tersebut mengamanahkan proses pengambilalihan FIR tersebut paling lambat dilakukan tahun 2024. Namun Presiden menginstruksikan pengambilalihan FIR yang dikendalikan Singapura dan Malaysia dilaksanakan paling lambat tahun 2019.

“Tidak perlu mempertentangkan apakah permasalahan keselamatan penerbangan atau masalah kedaulatan, yang lebih utama adalah bagaimana seluruh komponen bangsa menyusun konsep pengambilalihan dan melaksanakan konsep tersebut. Sehingga, tujuan pengambilalihan akan tercapai sesegera mungkin,” pungkasnya. (FS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *